Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada
bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia, yang berkembang akibat adanya
pertemuan antara Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng
Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi
yang diidentifikasi yang berkaitan erat dengan perkembangan sari proses
magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi
emas phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990), perkembangan Tektonik
Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:
Gambar 1. Tektonik Papua dan PNG
1.1. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35– 5 JTL)
Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental
Australia terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok
Batugamping Papua Nugini selama Oligosen-Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke
arah utara berlangsung cepat dan menerus.
Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon
terjadi aktivitas penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada
bagian dasar kerak samudera selama periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).
Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada
Oligosen – Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir
West Delta – Kali Sute di Kepala Burung Papua. Selanjutnya pada Pertengahan
Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi selatan Lempeng Samudera
Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut Lempeng Indo-Australia. Kejadian
ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada bagian kepala Burung Papua
diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada
Lempeng Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah
selatan masuk ke lempeng Indo-Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali
Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua Nugini.
1.2. Periode Miosen Akhir – Plistosen (15 – 2 JTL)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng
Indo-Australia di Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik
penunjaman dari Lempeng Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan
pembentukan Busur Maramuni dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 – 7 Juta
Tahun yang lalu. Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek
emas sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf,
sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah
Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng
Indo-Australia terus berlanjut dan pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon
terus berlangsung mengakibatkan tumbukan di perbatasan bagian utara dengan
Busur Melanesia. Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur kepulauan
Gunung Api dan sedimen depan busur membentuk bagian “Landasan Sayap Miosen”
seperti yang diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api
Batanta dan Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk
sutur antara Busur Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang
diduduki oleh Busur Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung hingga 10 juta
tahun yang lalu dan merupakan akhir dan penunjaman dan perkembangan dari busur
Moon – Utawa. Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup
dari barat ke timur mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu – Zona
Patahan Markam. Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan
terjadi sepanjang Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk
kerangka tektonik di daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan
mencukur dari kepala tepi utara dari Lempeng Australia.
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur
Melanesia ini menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih
muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan
tumbukan semakin bertambah ke arah timur. Akibat tumbukan tersebut
memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian cekungan paparan di
bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan Jalur Sesar Naik Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan
konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan pergerakan ke
barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan
deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke
arah Utara – Barat sampai sekarang. Kejadian tektonik singkat yang penting
adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur
kepulauan Melanesia.
Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian
mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara
Lempeng Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara
dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang
menandai kejadian pada Miosen Awal. Perbatasan bagian selatan dari sesar naik
ini ditandai oleh adanya batuan dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang
Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit memberikan gambaran bahwa terjadi
peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang
lalu (Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur
lipatan papua dipengaruhi oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang kaya
akan komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang
bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi. Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi
pada zona tektonik dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang
batas graben. Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban
tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-Australia yang diakibatkan oleh
adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang
menutupi landasan dari Blok Kemum.
Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Indo-Australia dan
Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang
kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan
perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan
mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat –
tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan terdapat
pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,
Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo
Mogo – Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan
Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di daerah Kepala
Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu dengan adanya busur
kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri dari : Waigeo Island
(F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak
Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan
terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.
2.
Fisiografi dan Stratigrafi di Papua
2.1.
Fisiografi
Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala
Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar, terjal, sampai sangat terjal.
Batuan yang tersusun berupa batuan gunung api, batuan ubahan, dan batuan
intrusif asam sampai menengah. Morfologi ini berangsur berubah ke arah barat
sampai selatan berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau batugamping.
Bagian Badan didominasi oleh Pegunungan Tengah,
dataran pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan di selatan berupa dataran
dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar
antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh
medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
Pulau New Guinea telah diakui sebagai hasil dari
tumbukan Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Menurut Pigram dan Davies
(1987), Konvergensi dan deformasi bagian tepi utara lempeng Australia yang
berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai sejak Eosen hingga sekarang. Hal itu
mengakibatkan kenampakan geologi dan fisiografi Pulau New Guinea dapat dibagi
ke dalam 3 provinsi tektonik yaitu :
a. Dataran Bagian Selatan
(Sauthern Plains).
b. New Guinea Mobile Belt
(NGMB).
c. Bagian Tepi Lempeng Pasifik
(Sabuk Ophiolite Papua).
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan
kenampakan dari keadaan geologi dan tektonik yang pernah terjadi di tempat
tersebut. Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura
dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah
Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik
sampai Kuarter Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dan Sukamto, 1984).
Provinsi Tektonik Dataran selatan terdiri dari dataran
dan rawa-rawa didasari oleh batuan sedimen klastis yang mempunyai ketebalan
lebih dari 2 km berumur Eosen sampai MiosenTengah ditutupi oleh batugamping
berumur Pliosen – Plistisen (Dow dan Sukamto, 1984). Lebar dataran ini
membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih kedalam lagi dijumpai adanya
formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan mengalami persesaran intensif
yang dikenal dengan sebutan New Guinea Mobile Belt (Dow, 1977). Kerak Kontinen
Lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada pada bagian
ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km berupa
perlipatan dan persesaran ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan
Tengah disebut oleh Dow dan Sukamto (1984) sebagai Orogenesa Melanesia. Proses
orogenesa dimulai pada awal Miosen hingga Miosen Akhir dan mencapai puncaknya
selama Pliosen Akhir hingga Awal Plistosen. Geometri struktur jalur lipatan ini
mengarah ke Barat Laut (Minster dan Jordan, 1978), selanjutnya Dow dan Sukamto
(1984) memperkirakan mengarah 55ยบ dari selatan ke arah barat dan relatif
konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen paparan
terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang mengarah ke
barat laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah
tersebut mengalami persesaran dan terkoyakan, perlipatan yang kuat pada bagian
selatan dari antiklin sering mengalami pembalikkan sepanjang struktur utama
yang mengalami pergeseran mendatar mengiri (Dow dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile
Belt New Guinea tersusun oleh batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian
tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama periode tumbukan kontinen
dengan busur kepulauan pada waktu Oligosen (Jaques dan Robinson, 1997; Dow,
1977). Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan ultramafik Mesozoik
sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari Sabuk Ophiolit Papua dibagian
utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api bawah laut yang berumur
Tersier.
Endapan Gunung Api bawah laut ini tumpang tindih
dengan sedimen klastik hasil erosi selama pengangkatan pegunungan tengah yang
diendapkan di cekungan Pantai Utara (Visser dan Hermes, 1962). Sabuk Ophiolite
ini dibagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan
sehingga mendekatkan sabuk ophiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari Jalur
Pegunungan Tengah. Pergerakan dari kerak samudera Pasifik sekarang mempunyai
batas di sebelah utara pantai Pulau New Gunea. Formasi stratigrafi yang
menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma intermediate berumur
Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang menempati sepanjang jalur
struktur regional utama.
2.2.
Stratigrafi
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
2.2.1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah
tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur
pre-Kambium. Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris (1994) di
dalam lembar Peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt,
metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping, batuserpih dan batulempung.
Formasi Awigatoh ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi
Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan
batuserpih dan batulempung. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal
Paleozoikum atau pre-Kambium yang didasarkan pada posisi stratigrafinya yang
berada di bawah Formasi Modio yang berumur ilur Devon.
Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai
singkapan Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi
Tuaba. Formasi Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan
sisipan konglomerat dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum
atau pre-Kambrium.
Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi
Modio yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi
oleh batuan karbonat yaitu stromatolitik dolostone yang berlapis baik.
Sedangkan di bagian atasnya ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari
batupasir berbutir halus dengan internal struktur seperti planar dan silang
siur, serta laminasi sejajar. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan
koral dan fission track yang menghasilkan Silur-Devon. Kontak formasi ini
dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya ditafsirkan sebagai kantak disconformable
(Ufford, 1996).
Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik
berlapis baik dengan sisipan batubara, dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial
sampai lingkungan delta, dan secara stratigrafi formasi ini ditindih secara
selaras oleh Formasi Tipuma. Umur formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan
fosil brachiopoda yaitu Perm.
Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan
dasar yang berumur Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala
Burung yang dikenal sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining
Access (GBMA) yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar
tersebut disebut Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit.
Formasi ini di sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur
Karbon yang disebut sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi
Kemum ditafsirkan terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk,
1982).
Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak
selaras oleh Group Aifam. Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3
Formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri
batuan sedimen yang taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal
sampai fluvio-delataik. Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak
selaras oleh Formasi Tipuma yang berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).
2.2.2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik
1. Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari
Papua Barat hingga dekat perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan
oleh batuan berwarna merah terang dengan sedikit bercak hijau muda. Formasi ini
terdiri dari batulempung dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu
kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan
sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.
2. Formasi Kelompok Kembelangan
Di daerah Kepala Burung, Formasi Tipuma ditutupi
secara tidak selaras oleh Kembelangan Grup (Kelompok Kembelangan) yang tak
terpisahkan. Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga
Arafura Platform. Kelompok Kembelangan terdiri atas lapis batudebu dan
batulumpur karboniferus pada lapisan bawah batupasir kuarsa glaukonitik
butiran-halus serta sedikit shale pada lapisan atas, dimana pada bagian atasnya
di sebut Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan.
Sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung Kembelangan
Grup dapat dibagi menjadi 4 formasi yaitu dari bawah ke atas adalah Formasi
Kopai (batupasir dengan sisipan batulempung), Formasi (batupasir), Formsi
Paniya (batulempung) dan Formasi Eksmai (batupasir). Kelompok ini berhubungan
dengan formasi Waripi dari kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New Guinea
Limestone Group (NGLG).
3. Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas
Cretaceous dan Cenozoik,
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan (deposisi)
karbonat yang dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea (NGLG). Kelompok
ini berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu
(1). Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen; (2). Formasi Fumai Eosen; (3)
Formasi Sirga Eosin Awal; (3). Formasi Imskin; dan (4). Formasi Kais Miosen
Pertengahan hingga Oligosen.
2.2.3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental
Australia dicirikan oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer,
berada di atas strata karbonat Miosen Pertengahan. Di Papua dikenal 3 (tiga)
formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat, yaitu formasi Klasaman
dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut-turut dijumpai di
Cekungan Salawati dan Bintuni.
2.2.4. Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4
formasi dari tua ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi
Faumai, Formasi Sirga dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat
dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang
berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai
secara selaras dan terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter)
yang kaya fosil foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir
kuarsa dengan ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi
Waripi yang juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal.
Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan
kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang menunjukkan umur Eosen.
Formasi Sirga dijumpai terletak secara selaras di atas
Formasi Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang
mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi
Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur
Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi
Sirga. Formasi Kais terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera
yang berselingan dengan lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi
ini berkisar antara Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan
sekitar 400 sampai 500 meter.
2.2.5. Miosen sampai sekarang
Pada Miosen sampai sekarang, di Papua dijumpai adanya
3 formasi yang dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir
seumur dan mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan
ketebalan sekitar 1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai
hubungan menjari, Namun Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Burung pada
bagian bawahnya menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang
berumur Mio-Pliosen dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau secara
selaras ditindih oleh Formasi Klasaman dan Steenkool.
Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai
besar sebagai endapan bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil,
pasir dan lempung dari rombakan batuan yang lebih tua.
2.2.6. Stratigrafi Lempeng Pasifik
Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas
batuan asal penutup (mantle derived rock), island-arc volcanis dan sedimen laut
dangkal. Di Papua, batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk
Ophiolite Papua, Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan Gauttier
dan sepanjang zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan
ultramafik, plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng
Pasifik dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc.
Satuan ini disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau
Yapen dan Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal
hingga Pliosen.
2.2.7. Stratigrafi Zona Transisi
Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan
dalam zona deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona
transisi atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan
metamorfik ini membentuk sabuk kontinyu (>1000 km) dari Papua hingga Papua
New Guinea
Gambar 2. Stratigrafi wilayah Papua
3. Tektonik Papua dan Sesar yang ada di Papua
sekarang
Gambar 3. Peta Tektonik Papua
Tektonik Papua saat ini dipengaruhi oleh pergerakan 2
lempeng besar, yaitu lempeng Pasifik kearah barat dan lempeng Indo-Australia
yang ke arah utara dengan jalur subduksi terdapat di perairan utara Papua sampai
perairan utara Biak dan perairan barat Fakfak sampai perairan selatan Kaimana.
Dari peta tektonik Papua, terlihat bahwa konvergensi busur Melanesia dan lempeng Indo-Australia menghasilkan banyak sesar lokal, jalur sesar pegunungan tengah yang memanjang dari barat ke timur di bagian tengah pulau Papua, cekungan utara Papua dan pengangkatan di pesisir utara Papua dan di pegunungan Jayawijaya (2mm/tahun).
Sedangkan batas lempeng tektonik di utara Papua membentuk sesar geser yang terjadi di bagian utara yaitu Sesar Sorong-Yapen. Sesar ini merupakan sesar geser mengiri, sebelah utara relatif bergeser ke barat dan bagian selatan relatif bergerak ke timur. Sudut lereng di sebelah utara lebih curam dibandingkan sebelah selatan. Lereng curam ini berpotensi longsor dan dapat membangkitkan tsunami ketika ada getaran gempa. Gempa yang sering terjadi dengan kedalaman dangkal, di sekitar sesar dan di sekitar leher burung.
Gambar 4. Sesar Sorong
Sesar Sorong merupakan retakan besar dalam kerak bumi
dan selama 40 juta tahun telah melepaskan potongan daratan yang luas dari Papua
sebelah utara dan pulau-pulau yang terbentuk karena adanya sesar ini bergeser
ke arah barat melintasi lautan ke arah Sulawesi.
Sesar Sorong ini muncul 20 juta tahun yang lalu dan masih aktif berkembang
sampai sekarang. Terlihat dari gambar diatas bahwa sesar ini bukan sesar
tunggal melainkan 2 sesar yang bergabung di daerah sorong dan kemudian terpisah
bercabang di wilayah kepala burung.
Selain Sesar Sorong masih banyak terdapat sesar aktif
lain yang berpotensi menimbulkan gempa merusak di pulau Papua, seperti Sesar
Koor yang membentang dari Raja Ampat sampai Sorong, Sesar Ransiki yang berawal
dari Manokwari sampai Ransiki, sesar Wandamen di sepanjang Teluk Wondama, Sesar
Yapen yang membentang dari barat laut Serui sampai Waropen, Sesar Anjak Argun
dan Lipatan Lengguru yang membentang dari timur laut sampai tenggara Fak-fak.
Di
bagian leher burung terdapat Sesar Tarera Aiduna dan Sesar Weyland yang
membentang dari barat daya sampai selatan kota Nabire, Sesar Waipona yang
membentang dari timur laut sampai tenggara Nabire, dan Sesar Direwo yang
membentang di utara Enarotali. Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua
menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama gempa dangkal yang
sering merusak dan menimbulkan tsunami.
4. Gempa dan Tsunami di Papua
Gempa merusak yang pernah terjadi di wilayah Papua
pada zona Sesar Sorong antara lain pada 17 Pebruari 1996 di utara Biak (0.5 LU,
135.8 BT) pada pukul 14:59:30.6 WIB dengan magnitude 8.0 SR dan kedalaman 21 km
yang menimbulkan tsunami dengan 160 korban jiwa. Hasil analisis dan pengamatan
dari salah satu sumber menyatakan bahwa pensesaran gempa Biak adalah jenis
sesar naik. Gempa Biak ini diikuti oleh sekitar 300-an gempa susulan yang
menunjukkan bahwa telah terjadi banyak retakan pada kerak bumi di sekitar pusat
gempa.
Pada tahun 2004 terjadi 2 kali gempa yang merusak kota Nabire, yaitu 6 pebruari dengan magnitude 6.9 SR kedalaman 28 km dengan jarak hanya 6 km dari kota Nabire dan disusul 26 Nopember dengan magnitude 7.1 SR. Di barat daya Manokwari pada 4 Januari 2009 terjadi gempa besar lainnya dengan magnitude 7.9 SR dan kedalaman 48 km. Gempa ini diikuti banyak gempa susulan sampai lebih empat bulan kemudian. Tsunami yang timbul diduga adalah akibat adanya longsoran yang dipicu oleh gempa yang terjadi di sekitar zona tersebut.